Kamis, 15 April 2010

Kenapa harus PNS?


Pertanyaan ini terus mengusik pikiranku ketika seorang saudara menceritakan bahwa ia ingin sekali menjadi pegawai negeri, meski harus menyogok berapa pun biayanya. Karena ia sudah bosan dengan usahanya yang selalu gagal dan telah menghabiskan uang puluhan juta. Ia berpikir jika uang yang dia keluarkan untuk membangun usaha, digunakan untuk masuk tes PNS mungkin kehidupannya akan lebih baik.

Begitu juga ketika kakak mempertanyakan kenapa anaknya yang telah lama menjadi tenaga honorer di sebuah instansi pemerintah belum diangkat juga menjadi PNS. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa untuk menjadi PNS sekarang ini harus menggunakan uang pelicin, yang nominalnya cukup membuat mata terbelalak. Dapat dipastikan ketika pendaftaran tes CPNS dibuka, orang berbondong-bondong mengirimkan lamaran dengan harapan yang sama.

Aku jadi teringat masa lalu ketika ayah mengatakan padaku bahwa beliau selalu berdoa setiap shalat agar aku mendapat jodoh seorang PNS kelak.

"Ayah kenapa harus PNS?" tanyaku sambil tersenyum. Aku sendiri tak pernah membayangkan seperti apa pekerjaan suamiku nanti. Karena kehidupanku sendiri mengalir begitu saja.

"Ya, karena ayah ingin calon suamimu nanti mempunyai pekerjaan yang tetap dan masa depan terjamin," sahut ayahku.

"Meski gajinya kecil?" timpalku. Ayah tertawa begitu juga denganku. Karena ayahku juga seorang PNS dengan gaji yang pas-pasan bahkan terkadang tidak cukup, maka aku tahu sekali bagaimana kehidupan PNS dijaman rezim Suharto. Bahkan untuk menambah penghasilan ibu bekerja sebagai karyawan honor di sekolah dan menerima pesanan kue. Ayah sendiri pernah menjadi tukang ojek. Dikemudian hari doa ayah ini benar-benar terkabul.

Menurut cerita Pak Bedur, seorang pegawai yang bertugas sebagai supir dinas ditempatku bekerja, dulu jika ingin menjadi pegawai negeri sangatlah mudah. Asal mau saja, ceritanya ketika kutanyakan mengapa ia bisa menjadi pegawai padahal beliau tidak bisa baca atau tulis.

"Bapak jadi pegawai karena ditawari. Dulu nggak ada yang mau jadi pegawai, Neng," ceritanya.

"Lho...kenapa, Pak?" tanyaku penasaran.

"Ya...maklum saja Neng, gaji pegawai itu kan kecil, pas-pasan. Kadang-kadang gali lubang tutup lubang." Aku tertawa mendengar ceritanya.

"Tapi bapak masih beruntung ya, masuk pegawai nggak perlu nyogok," ujarku. Pak Bedur tersenyum.

"Ya...asal bisa tanda tangan saja," sahutnya kocak.

Memang sangat ironis, tatkala banyak orang ingin menjadi PNS dengan berbagai cara, justru ada beberapa orang yang begitu saja meninggalkannya. Seperti yang terjadi dengan beberapa teman suamiku yang lebih memilih bekerja di swasta dengan gaji yang menjanjikan kala itu. Padahal ia telah diangkat menjadi PNS.

Ketika Suharto lengser dan negara dalam keadaan yang terpuruk akibat krisis moneter yang berkepanjangan. Dimana harga-harga yang melonjak tinggi dan pengangguran yang bertambah karena banyaknya karyawan yang di PHK, membuat rakyat menderita. Banyak perusahaan yang gulung tikar akibat badai krisis itu.

Mereka yang bekerja di perusahaan swasta selalu was-was karena sewaktu-waktu mendapat giliran PHK. Namun seorang pegawai negeri mampu bertahan meskipun harus terseok-seok mengikuti arus ekonomi yang tak mungkin dikejar. Masa-masa sulit untuk bangsa indonesia dan rakyatnya.

Tetapi bukankah sesudah kesulitan itu ada kemudahan?

Sejalan dengan bergulirnya reformasi saat itu, tatkala pemerintahan pasca orde baru membawa angin segar khususnya bagi PNS. Karena akan ada perbaikan untuk gaji PNS yang dinilai tak layak selama ini. Tentu saja kabar itu sangat menggembirakan. Dan itu berlangsung hingga kini....













Tidak ada komentar:

Posting Komentar