Rabu, 30 Desember 2009

Selamat Datang Tahun 2010


Tanpa teras kita telah berada di penghujung tahun, karena tinggal beberapa hari lagi tahun 2009 akan segera berakhir dan berganti dengan tahun yang baru 2010. Biasanya untuk menyambut pergantian tahun banyak masyarakat yang jauh-jauh hari telah mempersiapkan acara untuk menghabiskan malam tahun baru bersama keluarga atau relasinya. Dengan mendatangi tempat-tempat hiburan yang menyuguhkan acara-acara dengan menampilkan artis-artis terkenal ibukota. Bahkan stasiun-stasiun televise pun tak mau ketinggalan, mereka saling berlomba-lomba untuk menghadirkan tayangan special 24 jam nonstop, untuk memanjakan penonton yang tak sempat pergi ke tempat-tempat hiburan.di malam pergantian tahun baru.

Sebenarnya kalau kita pikir tahun ini atau tahun esok sama saja, yang berbeda hanyalah angkanya tetapi entah kenapa setiap menjelang pergantian malam tahun baru menjadi sesuatu yang istimewa dan langka. Merayakan detik-detik pergantian malam tahun baru adalah sesuatu yang wajar dan sah-sah saja. Namun…alangkah baiknya jika kita mau bersikap bijak dalam melewatkan malam tahun baru. Tidak hanya dengan kegiatan yang bersifat hura-hura tetapi juga kita patut merenungkan apa yang telah kita lakukan dan perbuat selama tahun itu.

Apakah pengalaman menyenangkan yang telah kita lalui atau justru sebaliknya pengalaman pahit dan getir. Ataukah kemajuan yang telah kita rasakan atau malah kemunduran. Karena dari sanalah…kita bisa belajar dan mengevaluasi diri untuk menyongsong masa depan.dengan menjadi pribadi yang lebih baik.

Kita juga patut bersyukur kepada Tuhan yang telah memberi umur panjang hingga masih diberi kesempatan untuk menyaksikan pergantian tahun. Dengan demikian hari-hari selanjutnya kita dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk hal-hal yang bermanfaat dan berguna.

Mari kita sambut tahun 2010 dengan harapan dan semangat yang ada agar tahun esok lebih baik dari tahun ini.

Senin, 28 Desember 2009

Hujan Yang Turun...




Hujan yang turun siang ini begitu deras dan lebat mengguyur semua apa yang ada di permukaan bumi ini. Sesekali di iringi oleh suara guntur dan kilat yang menyambar. Kuperhatikan rinainya yang jatuh, tercurah tiada hingga.

Ada rasa lega dan syukur dalam hatiku, setiap memasuki musim penghujan. Karena persediaan air sumur melimpah maka aku tak perlu lagi bersusah payah seperti saat musim kemarau. Untuk daerah yang sulit air seperti di tempatku, wajar jika aku mempunyai sikap seperti itu. Bahkan aku juga sering mengingatkan seseorang agar selalu hemat bila menggunakan air.

Mungkin sikap ini akan berbeda dengan mereka yang mempunyai tempat tinggal rawan banjir. Tetapi inilah kehidupan yang selalu memiliki pro dan kontra.

"Hujan yang turun adalah pertanda rahmatNya," kata Ayahku suatu ketika menjelang hari pernikahanku dulu. Saat keluarga dan sanak saudara yang mengkhawatirkan kondisi cuaca yang kurang bersahabat menjelang hari H. Bahkan mereka menganjurkan agar membuang celana dalam calon pengantin ke atas genteng, untuk mencegah turunnya hujan.

What's!!! yang benar saja, apa hubungan antara hujan dengan CD. Aku hanya tertawa saja menanggapinya. Ini benar-benar konyol. Mereka masih saja percaya dengan hal-hal yang berbau tahayul. Jika cuaca tidak mau kompromi itu wajar karena resepsi yang akan digelar bertepatan dengan musim hujan.

Mereka tetap kekeh dengan pendapatnya sementara aku juga tak rela jika harus mengorbankan CD kesayanganku ....he he he. Alhamdulillah, semua berjalan lancar keesokan harinya. Hujan pun turun begitu acara selesai.

Hujan adalah rahmat, aku suka sekali ungkapan itu karena memang begitulah adanya. Karenanya permukaan bumi ini menjadi hijau dan tanaman tumbuh dengan subur. Seandainya tak ada hujan, tentu bumi ini akan mengalami kekeringan dan semua makhluk hidup tidak akan dapat bertahan hidup.

Maha Besar Allah yang telah menciptakan segala sesuatu demikian sempurna. Terkadang kita tak pernah tahu dan menyadari hikmah dibalik itu semua. Tetapi inilah manusia dengan kemampuannya yang sangat terbatas.

Hujan turun semakin deras. Kadang-kadang disertai oleh angin yang kencang. Kuperhatikan anak-anak yang tengah bermain di bawah derasnya hujan, mereka tampak bahagia. Bercanda dan berlari-lari ke sana kemari sambil tertawa riang.

Tingkah mereka sangat lucu dan menggelikan, mengingatkan tentang masa kecil ketika hujan...

Senin, 14 Desember 2009

Syukuri Apa Yang Ada

Ketika pindah ke tempat ini sebenarnya aku kurang sreg, karena daerahnya yang dikelilingi bukit-bukit membuat aku seperti sumpek. Sebab sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah bukit-bukit kecil, depan, belakang, kanan dan kiri semuanya bukit.

Apalagi desa ini termasuk daerah yang sulit air tatkala musim kemarau tiba. Dan bukan hanya itu saja, karena tempatnya yang sepi itu yang membuatku tidak betah. Namun apa daya....keadaanlah yang memaksaku untuk bertahan. Jika boleh memilih, aku lebih senang tinggal di tempat tinggalku sebelumnya. Di kota dan banyak tempat hiburan yang bisa ku kunjungi bila sedang jenuh.

Tahun pertama kepindahan aku sering mengeluh sebab jika kemarau datang sulit sekali untuk mendapatkan air bersih. Karena air sumur tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Warga desa di sini biasanya pergi ke sungai untuk keperluan mandi dan mencuci. Meski air yang di gunakan tidak memenuhi standar higienisasi. Bayangkan saja warnanya yang keruh dan banyak sekali iklan yang lewat. Karena warga juga menjadikan sungai tempat untuk membuang sampah dan kotoran. Mereka terlihat sangat menikmati pekerjaannya.

Jujur saja, aku merasa tak bisa jika harus mencuci di tempat seperti itu. Bukannya sombong, tetapi karena aku telah terbiasa dengan air yang bersih. Tapi untuk mendapatkannya pun bukanlah hal yang mudah, karena harus berjalan sejauh puluhan kilo dan melewati pematang-pematang sawah. Mata air itu terletak di kaki bukit. Tentu saja aku lebih memilih tempat itu meskipun jaraknya jauh dan membuat badanku terasa pegal dan capek.

Fiuh! Apa daya meski berat terpaksa harus aku lakukan. Tetapi inilah sifat dasar manusia yang selalu berkeluh kesah dan tidak dapat melihat kebaikan di balik setiap ujian. Inilah yang terjadi padaku, setiap musim kemarau tiba aku memandangnya seperti musuh. Aku hanya melihat yang di atas saja tanpa melihat yang di bawah.

Lalu suatu ketika di musim kemarau yang lain, aku berusaha bersikap pasrah dengan keadaan seperti ini. Toh mengeluh maupun tidak sama saja buatku. Aku berusaha menikmatinya dengan membaca dzikir sebisaku sambil menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Tahmid, tasbih dan tahlil terus aku baca tanpa henti. Ini aku lakukan hingga beberapa hari, dan hasilnya......

Subhanallah.......aku merasa hatiku menjadi tenang dan tentram. Entah kenapa aku merasa bahagia dan sangat menikmati pekerjaan yang kulakukan. Aku tak pernah lagi mengeluh tentang jauhnya jarak yang harus kutempuh hingga membuat badanku terasa pegal dan capek. Yang ada hanyalah senang dan damai. Karena di sana aku banyak bertemu dengan orang-orang dan menjalin silahturahmi dengan warga lain.

Ah...tiba-tiba saja aku merasa malu, betapa selama ini aku tidak bersyukur dengan semua nikmat yang telah Allah berikan. Tidak sepantasnya aku bersikap demikian sebab keadaan di tempat tinggalku tidaklah separah bila dibandingkan di tempat lain. Aku seharusnya masih bisa bersyukur karena masih ada sungai dan mata air meski jaraknya yang jauh atau airnya yang keruh.

Kini aku tak lagi memandang kemarau yang datang sebagai musuh karena ini adalah bagian dari takdir. Ku sambut kemarau dengan hati yang senang dan sepertinya beban yang berat pun menjadi terasa ringan. Aku tak tahu apakah ini yang di namakan ikhlas.

Entahlah........

Jumat, 11 Desember 2009

Pengalaman Hidup Sebuah Pelajaran Berharga



Tak sedikit orang yang dapat memetik pelajaran yang paling berharga dalam kehidupannya. Entah itu yang didapat dari pengalaman orang lain ataupun dari dirinya sendiri. Aku yakin tentu setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda-beda dalam kehidupannya. Apakah itu pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman yang pahit dan getir. Disadari atau pun tidak, itulah yang akan mempengaruhi kehidupannya kelak.
Belajar dari sebuah pengalaman, aku hanya ingin mengajak setiap orang agar lebih arif dan bijak dalam menyikapi hidup ini, untuk memaknai hidup yang sebenarnya.....

Dan bicara tentang sebuah pengalaman pula, ada satu kenangan masa lalu yang selalu membuatku haru bila mengingatnya. Pengalaman masa kecil saat masih tinggal bersama kakek dan nenek, begitu sederhana dan bersahaja. Bercermin dari kehidupan merekalah yang membuatku terkesan akan sikap ketabahan dan tawakalnya dalam menjalani sebuah kehidupan.

Kakek dalam ingatanku adalah sosok yang penyabar dan penyanyang. Selama hidup aku tak pernah sekalipun melihatnya marah apalagi memukul. Berbeda dengan nenek yang terkesan galak dan cerewet. Meski begitu beliau adalah seorang yang sangat tabah.
Kakekku juga seorang yang taat beribadah, aku sering melihatnya bangun di sepertiga malam terakhir untuk bermunajat hingga menjelang subuh. Beliau juga tak pernah ketinggalan shalat dhuha bila matahari telah naik. Nenek menjelaskan padaku bahwa shalat dhuha itu baik untuk membuka pintu rezeki. Diam-diam aku suka mengikuti apa yang dilakukan kakek.

Kesederhanaan dalam hidup membuatku tumbuh menjadi anak yang nrimo dan tidak neko-neko. Karena aku mengerti betul seperti apa keadaan ekonomi kakek, meski aku masih duduk di sekolah dasar.

Masih kuingat ketika sepulang sekolah nenek mengatakan bahwa hari itu belum memasak sama sekali karena belum ada satupun yang datang untuk mencetak foto, usaha yang dilakukan kakek untuk menghidupi keluarganya. Aku bilang pada nenek tak apa-apa meski sebenarnya perutku terus berbunyi karena dari pagi belum sarapan sama sekali dan tidak jajan di sekolah. Diam-diam aku berdoa dalam hati agar Allah memberikan kami rizki supaya nenek dapat memasak hari itu. Dan betapa senangnya aku saat ada orang yang datang ke rumah kami untuk mencetak foto. Saat itu juga aku disuruh untuk membeli beras dan lauk-pauknya. Meskipun di perjalanan aku sempat jatuh dan pingsan karena tanganku terkena stang sepeda yang kubawa.

Aku sangat bersyukur, saat makan tiba kembali kupanjatkan doa, terima kasih ....ya Allah atas rizki yang kau berikan hari ini, sehingga kami tak perlu lagi menahan lapar. Orang mengira kakek berkecukupan tetapi, itulah hebatnya nenek yang tak pernah berkeluh kesah kepada siapa pun tentang keadaan yang sebenarnya. Dan kami telah terbiasa dengan kondisi seperti itu.

Bila mendekati ujian semester aku juga sering cemas karena bayaran sekolah yang menunggak, biasanya pihak sekolah selalu memberi peringatan untuk melunasinya. Sebab jika tidak, murid yang belum melunasinya tidak akan mendapat kartu ujian. Dan kakek selalu berkata, insya Allah dilunasi jika ada rezeki. Dan seperti biasanya aku pun membantu dengan doa.

Tetapi saat waktunya tiba kakek belum dapat juga melunasi karena uangnya telah terpakai untuk membeli kebutuhan sehari-hari, aku hanya bisa pasrah. Dalam kepasrahan itu aku hanya dapat berdoa, ya Allah...berikan jalan keluar hanya kepadaMu lah aku memohon dan hanya kepadaMu lah aku meminta pertolongan. Doa itu terus kupanjatkan sepanjang perjalanan ke sekolah.

Siangnya aku dan beberapa siswa yang belum lunas bayarannya dipanggil oleh kepala sekolah. Ternyata pihak sekolah memberikan dispensasi pada kami sehingga dapat mengikuti ulangan semester.

Segala puji hanya bagimu ya....Allah, kuucapkan syukur tiada henti. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Dan aku baru menyadarinya sekarang......


catatan: aku tak kuasa menahan rasa haru yang teramat sangat ketika menulis ini, air mataku menetes tiap kali mengingat kasih sayang mereka.

Senin, 05 Oktober 2009

Bencana itu...

Sore itu sungguh sangat mengejutkan, bukan saja bagi saudara kita yang berada di tanah minang tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Gempa dasyat yang meluluh lantakan tanah tempat Siti Nurbaya itu sungguh membuat hati terasa miris. Ya Tuhan....melihat keadaan kota Padang yang porak poranda itu mengingatkanku kembali akan musibah-musibah yang terjadi di tanah air belakangan ini. Masih segar dalam ingatan tentang gempa yang melanda di daerah Jawa Barat belum lama ini, kini gempa kembali mengguncang tanah air kita.
Melihat kondisi yang memprihatinkan itu, membuat aku merasa sedih sekaligus juga takut. Seandainya aku yang mengalami seperti mereka....hiiii...tentu saja aku segera menepis jauh-jauh pikiran buruk itu. Tetapi yang pasti dan yang selalu muncul dalam benakku adalah mengingat tentang kematian.
Ya...ternyata kematian itu sangat dekat dan selalu mengintai kita setiap saat. Bencana itu...seperti mengingatkan kepada kita akan satu hal, sudahkah kita siap untuk menghadapinya? Kita dapat melihat betapa mereka yang mengalami bencana itu ada yang tengah belajar, menghadiri resepsi pernikahan, belanja di Mall dan lain sebagainya. Dan ini membuatku semakin memacu untuk selalu dekat denganNya.
Setiap kali aku mengikuti perkembangan berita tentang bencana yang menimpa negeri ranah minang itu, aku hanya mampu berucap dan berdoa.
Ya Tuhan... jika waktuku tiba wafatkanlah aku dalam keadaan yang baik dan khusnul khotimah, dan berikanlah kesabaran dan ketabahan untuk saudara-saudara kami di sana. Sehingga mereka ikhlas dalam menerima setiap ketentuanMu.....

Jumat, 02 Oktober 2009

selamat pagi sayang.....


Hari masih gelap dan udara terasa dingin menyentuh kulit. Sungguh sangat nyaman dan hangat berada dalam selimut yang tebal apalagi bila musim dingin seperti ini. Rasanya ingin meneruskan tidur hingga pagi menjelang. Tetapi bunyi alarm yang berdering di atas kepalaku membuat telingaku terasa mau pecah. Ku buka mata dengan paksa agar dapat melihat dengan jelas. Pukul 02.30 dini hari...itu pertanda aktivitasku segera di mulai.

Ya...meskipun rasa kantuk masih menyergapku dan aku masih ingin meneruskan mimpi yang tertunda, tapi apa daya harus kulawan dengan sekuat tenaga. Kulirik suami yang tengah tenggelam dalam mimpinya.

"Pa...aku shalat dulu yah," kataku perlahan dan pelan untuk meminta izinnya. "Hmm..ya," sahutnya seperti biasa dan tak sedikitpun bergeming dari posisi tidurnya. Aku segera bangkit untuk mengambil air wudlu, tak kuhiraukan udara yang terasa sangat dingin menyentuh kulitku. Kubasuh wajah dengan air dan kurasakan kesejukannya.

Disepertiga akhir malam ini aku ingin tenggelam dalam munajat cinta bersama-Nya. Memanjatkan segala doa dan harapan untuk orang-orang tersayang. Memohon ampunan-Nya serta rasa syukur akan nikmat yang tiada terhingga. Meski doa yang dipanjatkan selalu sama dalam setiap tahajjud tapi rasanya aku tak pernah bosan untuk memintanya, agar tetap istiqomah dalam setiap kesabaran dan ketaatan.

Hingga waktu subuh tiba, rutinitas yang sama setiap pagi seusai membangunkan seisi rumah untuk melaksanakan shalat subuh. Dan tugas seorang ibu untuk melaksanakan kewajibannya menyiapkan makanan untuk sarapan dan sederet pekerjaan rumah lainnya.

Ya meskipun sedikit kerepotan karena semuanya dikerjaan sendiri tanpa bantuan pembantu, tetapi aku bersyukur karena suami mau membantuku. Dan kesibukan kecil itu akan semakin terlihat apabila ketiga anakku telah bangun. Dapat dipastikan akan ada keributan-keributan kecil yang mewarnai pagi. Terkadang kenakalan-kenalan mereka sering membuatku merasa gemas dan geregetan, hingga membuatku menjadi seperti monster yang menakutkan mereka.
Meskipun tak pernah kuinginkan.

Selamat pagi sayang....lihatlah matahari mulai beranjak dari tempatnya sembunyi untuk melakukan tugasnya, sapaku kepada mereka untuk segera melakukan aktifitas seperti biasanya.